Voiceless 1

Voiceless [1 of 6]

 

Kwon Yuri | Yuri (SNSD/GG), Kwon Hyukjun | Hyukjun (Yuri’s brother), Kwon Yujin | Yujin (OC), Kwon Hyunjun | Hyunjun (OC), Im Yoona | Yoona (SNSD/GG), Choi Sooyoung | Sooyoung (SNSD/GG)

 

Multichapter – 1190 Words || Bad-fic, Drama, Family,Friendship, Hurt/Comfort, Sad || PG-17 – T

 

Story by @kyo_chan0629

 

 

Disclaimer

Para artis milik Tuhan, keluarganya, diri mereka sendiri dan agensi. OC miik saya pribadi. Cerita murni hasil imaginasi –liar- otak saya. Mohon maaf bila ada kesamaan nama tokoh oc, alur, latar belakang, maupun cerita secara keseluruhan.

Saya tidak mengambil keuntungan komersil apapun dari cerita ini. Semua cerita hanya untuk kesenangan semata. Hak cipta dari cerita ini milik saya pribadi.

 

Mohon maaf untuk segala bentuk kesalahan penulisan (typo), baik dalam segi pemilihan kata, ejaan, maupun tanda baca.

Butuh banyak masukan.

 

Happy reading my beloved readers ^_^

 

DON’T BE PLAGIARISM!!!

https://thehouseoffiction.wordpress.com/

 

 

NO BASH!!! NO FAN WAR!!!

 

PLEASE LEAVE SOME COMMENT

DON’T BE SILENT READERS!!!

 

DON’T BE PLAGIARISM!!!

https://thehouseoffiction.wordpress.com/

 

Kepalaku terasa sangat berat, mataku berkunang-kunang. Samar-samar aku melihat seseorang masuk ke kamarku dengan langkah yang menunjukkan emosinya. Sepertinya aku tahu siapa sosok itu.

“Berapa kali lagi harus kukatakan?! Aku muak melihatmu terus seperti ini!” Suara ini, suara yang begitu cantik. Tidak lain dan tidak bukan adalah suara milik Yuri eonni.

“Maafkan aku.” Ucapku susah payah ditengah kesadaranku yang kurang dari lima puluh persen ini.

“Aku mohon hentikan!” Suaranya bergetar, aku yakin dia menangis.

“Maafkan aku.” Hanya itu yang mampu kuucapkan setiap kali eonni-ku datang dan memarahiku, lalu setelahnya memohon sambil menangis.

Aku tahu betul dia lelah memiliki adik urakan sepertiku. Aku juga merasa sangat tidak pantas menjadi adik dari seorang penyanyi multitalent yang sangat dielu-delukan dunia. Walau dunia tidak tahu keberadaanku, hanya dia, managernya, dan kedelapan teman satu group-nya lah yang mengetahui tentang statusku.

 

Aku merasakan dia duduk tepat disamping kananku. Dia langsung memelukku erat, menangis sejadi-jadinya. Aku membirkan lengan bajuku basah oleh air matanya. Lihat, bahkan aku tidak bisa menenangkannya ketika ia menangis yang disebabkan oleh diriku.

 

*Voiceless*

 

Kurasakan sakit menjalari seluruh tubuhku, dan tangan kananku yang sudah mati rasa. Perlahan aku membuka mataku, beberapa kali aku mengerjapkan mata saat sinar matahari yang begitu terang mencoba menerobos masuk penglihatanku. Rupanya tirai tebal tidak menutupi jendela kamarku, memudahkan sinar matahari masuk begitu saja. Aku melihat Yuri eonni masih tertidur disampingku, tangannya memeluk pinggangku, dan lengan kananku dijadikan sebagai bantal tidurnya.

Dengan susah payah aku melepaskan diri dari pelukan Yuri eonni. Ku kibas-kibaskan lengan kananku yang mati rasa, karena semalaman dijadikan bantal tidur Yuri eonni.

Kepalaku berdenyut hebat ketika aku mencoba untuk berdiri. Aku sudah hapal mati efek dari apa ini. Ya, semalaman aku mabuk berat, sama seperti malam-malam sebelumnya.

 

*Voiceless*

 

Setelah melakukan ‘ritual’ pagi –buang air kecil, sikat gigi, mencuci muka- aku menuju dapur dan membuat sarapan seadanya. Kali ini aku memilh membuat sandwich dengan tuna asap sebagai isiannya, mengingat tak banyak bahan masakan yang dapat kutemkan didalam kulkasku.

Waktu menunjukan pukul 09.00 ketika Yuri eonni keluar dari kamarku sambil mengucek-ngucek matanya yang sedikit sembab, mungkin karena dia menangis sambil tertidur –lagi.

“Aku hanya mampu membuat sandwich, dan ada sekotak susu untuk eonni dikulkas.” Kataku yang masih asik mengganti-ganti chanel tv sambil terus melahap sandwich jatahku.

Yuri eonni mengambil duduk tepat disampingku, meletakan piring berisi sandwich jatahnya dan sekotak susu yang mengembun karena baru saja keluar dari kulkas dimeja dihadapan kami.

Eonni tidak ada jadwal?” Tanyaku memecah keheningan.

“Tidak ada.” Suaranya parau, mungkin efek menangis semalaman.

Lagi-lagi keheningan menyelimuti, hanya suara pembaca berita di tv yang sedikit memecah keheningan.

 

“Yujin-ah.” Suaranya memelas, aku hapal betu situasi ini.

“Hmmh.”

“Tidak bisakah kau berhenti? Tidak bisakah kau mencoba menjalani hidup normal? Atau… mencoba jalan hidupku?”

“Maafkan aku eonni.”

“Aku lelah Yujin-ah.”

“Aku juga eonni. Aku bosan. Tapi aku sudah terlampau jauh, aku sudah terlanjur rusak.”

Ekor mataku lagi-lagi mendapati Yuri eonni yang menangis. Aku tak bergeming, menatap kosong tv yang menyala.

 

*Voiceless*

 

Sungguh aku ingin seperti dulu. Hidup bahagia tanpa harus menanggung beban yang berarti. Semuanya berubah ketika orang tua kami bercerai, mereka sibuk memperebutkan hak asuh anak dan asik ‘menimbun’ kekayaan. Mereka lupa akan keberadaan kami. Keadaan semakin buruk ketika adik laki-laki kami, Hyunjun, tewas mengenaskan karena kecelakaan beruntun ketika dirinya dalam perjalanan menuju sekolah.

Saat kecelakaan itu terjadi Yuri eonni baru saja memasuki masa training-nya untuk menjadi seorng penyanyi, seperti apa yang dulu dicita-citakannya. Aku hanya tinggal berdua dengan Hyunjun dirumah mewah yang dulu ditinggali kami berenam –aku, Yuri eonni, Hyunjun, Hyukjun oppa, eomma dan appa– karena saat itu Hyukjun oppa sedang meneruskan kuliahnya di Inggris.

Merasa tak memiliki siapapun, aku memilih untuk pergi dari rumah. Mencoba hidup mandiri, dengan segala cara yang kumampu.

Aku kotor, tidak seperti Yuri eonni. Banyak orang yang mengatakan bahwa kami begitu mirip, tapi nasibku jauh berbeda dengannya. Aku tidak pernah menyalahkan Yuri eonni atas semua kejadian ini. Aku tidak pernah membencinya. Yang aku benci hanyalah kedua orang tuaku yang begitu egois, yang lebih mementingkan gengsi mereka.

 

*Voiceless*

 

“Belum terlambat untuk kembali sayang.” Ucapnya setengah memohon. Tangisnya sudah berhenti.

“Bagiku sudah sangat terlambat eonni. Maaf.” Benar, sudah sangat terlambat. Waktu tidak dapat lagi diputar. Apapun yang Yuri eonni lakukan tidak bisa mengubah kembali keadaan.

“Sebaiknya eonni kembal ke dorm. Aku yakin eonnideul mengkhawatirkanmu.” Pintaku sambil berlalu menuju kamarku.

 

*Voiceless*

 

Aku melihat Yuri eonni yang tersenyum bahagia selama konser ini berlangsung. Dia memang sempurna. Kecantikannya, kepintarannya, kemampuannya, semuanya. Dari awal hingga akhir konser yang berdurasi kurang lebih empat jam ini, ia selalu tampil sempurna dimataku, dan tentu dimata para fansnya.

 

Setelah konser berakhir aku memutuskan untuk meninggalkan gedung pertunjukan ini. Aku hanya mengiriminya pesan singkat, tanpa niat sedikit pun menemuinya. Bukannya aku tidak mau, tapi aku merasa tidak pantas untuk berada didekatnya dengan status sebagai adiknya.

 

*Voiceless*

 

“Yujin mana?” Tanya Yoona sambil menatap sekeliling backstage.

“Dia hanya mengirimiku ini.” Ucap Yuri lemah sambil memperlihatkan pesan singkat yang baru saja diterimanya ketika ponselnya dikemblikan oleh sang manager.

 

From: ♥Nae Dongsaeng♥

 

Konser yang luar biasa eonni. Kau memang hebat :*

Salam untuk semua member. I love you ♥

^_^

 

Yuri menghembuskan nafasnya keras. Ia tidak mengerti mengapa adiknya, satu-satunya keluarga yang paling dekat dengannya, tidak pernah mau menemuinya ketika ia baru saja menyelesaikan penampilannya. Padahal jelas-jelas gadis itu melihat penampilannya.

 

Sooyoung tiba-tiba memeluk Yuri erat dari belakang, “Lihat siapa yang datang.” Ucapnya sambil tersenyum senang.

Oppa!” Pekik Yuri saat melihat Hyukjun yang menjinjing dua buah kantong kertas berukuran besar.

“Kapan kau datang?” Tanya Yuri yang langsung memeluk erat kakak laki-lakinya itu, meluapkan rindu yang begitu lama terpendam.

“Tadi pagi.” Ucap Hyukjun sambil balas memeluk erat adiknya itu.

“Kau menonton?” Tanyanya lagi.

“Tentu. Kau luar biasa.” Hyukjun tersenyum lebar.

“Mana Yujin?” Tanya Hyukjun ketika menyadari ada yang kurang disana.

“Dia hanya mengirimiku ini setelah konser berakhir.” Yuri menunjukan pesan singkat dari Yujin, wajahnya kembali terlihat murung.

“Mungkin dia sibuk.” Hyukjun mencoba bersikap biasa saja, walau tidak dipungkiri ia merindukan gadis kecil –dalam pandangannya- itu.

“Ah. Ini untuk kalian.” Kata Hyukjun sambil mengangkat dua buah kantong kertas berukuran besar.

“Woah. Ini pasti oleh-oleh dari Inggris kan oppa?” Kata Yoona dengan mata berbinar. Hyukjun hanya mengangguk sambil menunjukkan senyum terbaiknya.

 

*Voiceless*

 

Dengan langkah sempoyongan aku mencoba berjalan keluar dari club yang penuh sesak ini. Tidak jarang aku menabrak orang, beberapa diantara mereka melontarkan umpatan-umpatan yang membuat emosiku naik. Susah payah kuredam emosiku –orang mabuk tidak pandai mengontrol emosi, perlu kalian tahu- sambil terus berjalan menuju pintu keluar yang terasa sangat jauh.

Beberapa langkah lagi aku sampai dipintu keluar, aku menabrak seseorang dengan keras. Membuat tubuhku yang sempoyongan langsung ambruk, sedangkan orang yang kutabrak tadi hanya mengaduh keras sambil mengusap-usap bagian tubuhnya yang kutabrak.

“Kau tidak apa-apa?” Tanyanya setengah berteriak, mencoba mengalahkan kerasnya suara yang dihasilkan speakerspeaker besar disana. Ah, dia laki-laki.

“Iya. Maaf.” Ucapku singkat sambil berusaha berdiri.

Aku menepis tangannya yang mencoba membantuku berdiri. Walau beberapa kali kutepis tangannya, ia selalu berusaha membantuku lagi.

“Aku bisa sendiri.” Ketusku, tak suka tubuhku disentuh orang lain.

Lelaki itu hanya diam, tidak lagi mencoba membantuku, dan tidak juga pergi dari sana. Aku heran dengan sikapnya, dari pengalamanku sebelumnya lelaki yang kutabrak dan mencoba membantuku berdiri atau keluar dari club itu selalu saja mencoba untuk mendapatkan tubuhku. Kau mengertikan maksudku?!

 

~To Be Continued~

 

DON’T BE PLAGIARISM!!!

https://thehouseoffiction.wordpress.com/

 

Glosarium

-ah: Digunakan pada akhiran nama bukan huruf vokal, biasa digunakan pada seseorang yang sudah dekat sekali. (Korea)

Appa: Ayah, panggilan yang digunakan perempuan. (Korea)

-deul: Semua. Merujuk pada orang banyak. (Korea)
Eomma: Ibu, panggilan yang digunakan perempuan. (Korea)

Eonni: Panggilan untuk perempuan kepada kakak/saudara/perempuan yang lebih tua. (Korea)

Nae Dongsaeng: Adikku. (Korea)

Oppa: Panggilan untuk perempuan kepada kakak/saudara/laki-laki yang lebih tua. (Korea)

 

Note’s: Cerita lama lagi. Ini lg produktif-produktifnya sama GG. Ditambah masih lengkap pula

Semoga suka, next part d upload next days ya 🙂

 

R&R please ;;)

 

7 thoughts on “Voiceless 1

  1. Pingback: Voiceless | Fiction House

  2. Pingback: Voiceless | Fiction House

  3. Pingback: Voiceless | Fiction House

  4. Pingback: Voiceless | Fiction House

  5. Pingback: Voiceless | Fiction House

  6. iyaaaah masih to be continued….. penasaran sama apa yg terjadi sama yujin, trs gimana jga sikap yuri. meskipun iyah, awalnya memang agak tertebak bagaimana kondisi brokenhomenya si yujin tapi makin ke bawah makin penasaran ^^ ditunggu lanjutannya, semoga complete XD
    masih ada bbrp ‘di’ (dihadapan, dimeja) yg salah tulis, mestinya dipisah lho, terus aku pikir di sini terlalu banyak pengulangan kata korea, yah walaupun cuma eonni/ oppa sih (ga sampe yg ‘anyeonghaseyo’, ‘imnida’, dsb diulang2 yg bener2 bikin capek pembaca, untungnya) tapi entah kenapa pengulangan yg sedikit sering ini bikin agak gak nyaman dikit dan sedikit kurang ‘profesional’.
    menurutku pribadi sih hehe.
    keep writing, anyway. fic ini masuk waiting list must readku hahaha

    Like

    • Huwaaaa terhura, eh terharu banget deh kakak mampir lagi hahaha
      Iya ya ketebak? Ahahaha
      Iya aku kadang suka masih linglung. Dan ini termasuk minim edit, berhubung fic lama juga hhu Makasih buat masukannya ka hhe Semoga next bisa lebih bagus lagi 😀
      WHAT? Masuk wl must read kakak??!!! *ga nyantei* *bow 90°* Makasih loh ka. Padahal ku kira ini bakal jd fic fail hahaha *semua aja fail*
      Ini aku update nih part selanjutnya. Tenang ceritanya udah beres ko ka, cuma blm sempet update sering” aja. Maafkan

      Like

Leave a comment